Kamis, 22 Mei 2014

Gedung Juang Banda Aceh: Saksi Sejarah yang Tertidur

Siang itu sinar matahari mengintip melalui celah-celah pepohonan menerpa bangunan tua yang ada dibawahnya. Tua, kokoh, dan membuat penasaran. Itulah yang ada dibenakku setibanya aku didepan gedung tersebut. Kulangkahkan kakiku memasuki bangunan berwarna kuning pucat yang usianya sudah hampir mencapai seabad ini. Dihari sebelumnya pintu bangunan tua ini selalu tertutup seakan tidak ada yang menghuni padahal lokasinya tepat berada ditengah kota dan menjadi jalur utama masyarakat kota Banda Aceh. Ya, dialah Gedung Juang. Saksi sejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia untuk pertama kalinya di Banda Aceh. Tepat dipintu masuk kita akan disambut dengan miniature Pintu Khop berukuran kecil yang menjadi lambang besarnya cinta Sultan Iskandar Muda untuk permasurinya yaitu Putri Pahang dari Malaysia. 
Kondisi pintu masuk gedung ini sudah sedikit lapuk dan membusuk. Bagian jendela dan balkon juga mulai termakan usia. Terlihat kurangnya perhatian pemerintah setempat terhadap situs sejarah paling sakral ini. Padahal jika dibandingkan dengan bangunan lainnya yang berada disekitarnya, bangunan ini sangat besar dengan arsitektur yang unik. Aku melangkah masuk keruang tengah dari gedung ini. Terlihat beberapa lelaki tua yang sedang bercakap-cakap. Melihat kedatangan kami, salah seorang dari mereka lalu menghampiri. Mulailah percakapan singkatku dengan beliau, seseorang yang pernah berjasa untuk rakyat Aceh.


Beliau adalah veteran perang yang saat ini masih memberikan perhatian penuh pada sejarah. Ia berujar bahwa saat ini Gedung Juang telah dialih fungsikan sebagai Legiun Veteran Republik Indonesia(LVRI). Lanjutnya lagi hal itu dikarenakan keprihatinannya terhadap kondisi Gedung Juang yang semakin tidak terkelola dengan baik oleh pemerintah sehingga akan lebih baik jika ia dan veteran lainnya dapat memanfaatkan gedung tersebut. Mereka yang membuat sejarah dan mereka juga yang mempertahankan? Miris rasanya membayangkan hal ini tengah dihadapi oleh para pejuang kemerdekaan di tanah airku ini. Kusudahi dialog singkatku dengan beliau karena kulihat ia mulai kesulitan untuk mengingat beberapa sejarah mengenai gedung ini. 

Satu hal yang menarik yaitu saat ia bercerita mengenai ramainya masyarakat Aceh yang berkumpul di halaman gedung itu ketika proklamasi tengah dideklarasikan oleh Presiden Soekarno di Jakarta yang kemudian disusul oleh semua daerah di Indonesia dan juga Aceh dan Gedung Juang menjadi satu-satunya tempat diproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Aceh.
Aku lalu melanjutkan perjalanan keluar gedung. Hawa sejuk dari pepohonan asam jawa yang telah berusia puluhan tahun dan menjulang tinggi membuat suasana disekitar gedung juang menjadi sangat nyaman. 
Deretan meriam dan mesin-mesin perang peninggalan penjajah Belanda dan tentara Indonesia tersusun rapi didepan Gedung ini. Disebelah kiri kita akan menemukan makam Sultan termansyur di Kutaradja, sebuah sebutan untuk Aceh karena banyaknya raja yang pernah berkuasa di negeri ini. 




Sultan Iskandar Muda (SIM) menjadi salah seorang sultan termansyur se-Aceh hingga kesultanan Deli, Sumatera Utara. Makam sang sultan sangat megah dengah hiasan ukiran kaligrafi arab. Sangat terawat dan bersih, berbeda dengan Gedung Juang. Banyak peziarah yang datang sembari berdoa dan menikmati keindahan area makam dari SIM.
Selain makam SIM, di area Gedung Juga terdapat beberapa makam seperti makam Kandang Meuh dan juga makam keluarga kerajaan tempat dimakamkannya keluarga dari Sultan Iskandar Muda. Makam berprasasti tinggi dengan ukiran khas arab menjadi ciri khas makam para sultan ataupun raja di Aceh. 

Seusai memanjatkan doa untuk para kedamaian para sultan, aku menyudahi perjalananku di kompleks Gedung Juang. Masih banyak tempat  bersejarah lain yang harus aku kunjungi sembari kupahami cerita dibalik terciptanya sejarah itu. Bagiku tak ada yang lebih menarik selain mempelajari sejarah dari berbagai tempat yang kukunjungi. Jadi teringat kalimat yang dilontarkan Presiden pertama Indonesia “Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah” atau Jas Merah. Sahabat, sejarah tidak akan pernah meninggalkan apapun untukmu jika kau tidak mengingatnya. Karena sejarah ada untuk kau pelajari dan menjadi kehormatanmu dimasa depan.
Semoga dimasa depan Gedung Juang Banda Aceh menjadi salah satu situs sejarah yang mulai dilirik masyarakat Aceh dan bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya tanpa merusak nilai dan cerita dibalik kekokohnya gedung itu.


2 komentar:

  1. waktu saya kecil sering dibawa ikut kekantor itu bersama almarhum kakek saya kesitu yg kebetulan beliau salah 1 pengurus semasa hidupnya kalau gak salah hingga thn 1990.. sungai kalpen atau kali pendopo adalah tempat dimana banyak anak anak aceh dulunya mengahbiskan waktu setiap sore distu ,,itulah kenangan yg sangat indah pada masa saya kecil

    BalasHapus