Siang
itu sinar matahari mengintip melalui celah-celah pepohonan menerpa bangunan tua
yang ada dibawahnya. Tua, kokoh, dan membuat penasaran. Itulah yang ada
dibenakku setibanya aku didepan gedung tersebut. Kulangkahkan kakiku memasuki
bangunan berwarna kuning pucat yang usianya sudah hampir mencapai seabad ini.
Dihari sebelumnya pintu bangunan tua ini selalu tertutup seakan tidak ada yang
menghuni padahal lokasinya tepat berada ditengah kota dan menjadi jalur utama
masyarakat kota Banda Aceh. Ya, dialah Gedung Juang. Saksi sejarah proklamasi
kemerdekaan Indonesia untuk pertama kalinya di Banda Aceh. Tepat dipintu masuk kita
akan disambut dengan miniature Pintu Khop berukuran kecil yang menjadi lambang
besarnya cinta Sultan Iskandar Muda untuk permasurinya yaitu Putri Pahang dari
Malaysia.
Kondisi
pintu masuk gedung ini sudah sedikit lapuk dan membusuk. Bagian jendela dan
balkon juga mulai termakan usia. Terlihat kurangnya perhatian pemerintah setempat
terhadap situs sejarah paling sakral ini. Padahal jika dibandingkan dengan
bangunan lainnya yang berada disekitarnya, bangunan ini sangat besar dengan
arsitektur yang unik. Aku melangkah masuk keruang tengah dari gedung ini.
Terlihat beberapa lelaki tua yang sedang bercakap-cakap. Melihat kedatangan
kami, salah seorang dari mereka lalu menghampiri. Mulailah percakapan singkatku
dengan beliau, seseorang yang pernah berjasa untuk rakyat Aceh.
Beliau
adalah veteran perang yang saat ini masih memberikan perhatian penuh pada
sejarah. Ia berujar bahwa saat ini Gedung Juang telah dialih fungsikan sebagai
Legiun Veteran Republik Indonesia(LVRI). Lanjutnya lagi hal itu dikarenakan
keprihatinannya terhadap kondisi Gedung Juang yang semakin tidak terkelola
dengan baik oleh pemerintah sehingga akan lebih baik jika ia dan veteran
lainnya dapat memanfaatkan gedung tersebut. Mereka yang membuat sejarah dan
mereka juga yang mempertahankan? Miris rasanya membayangkan hal ini tengah
dihadapi oleh para pejuang kemerdekaan di tanah airku ini. Kusudahi dialog
singkatku dengan beliau karena kulihat ia mulai kesulitan untuk mengingat
beberapa sejarah mengenai gedung ini.
Satu hal yang menarik yaitu saat ia
bercerita mengenai ramainya masyarakat Aceh yang berkumpul di halaman gedung itu
ketika proklamasi tengah dideklarasikan oleh Presiden Soekarno di Jakarta yang
kemudian disusul oleh semua daerah di Indonesia dan juga Aceh dan Gedung Juang
menjadi satu-satunya tempat diproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Aceh.
Aku
lalu melanjutkan perjalanan keluar gedung. Hawa sejuk dari pepohonan asam jawa
yang telah berusia puluhan tahun dan menjulang tinggi membuat suasana disekitar
gedung juang menjadi sangat nyaman.
Deretan
meriam dan mesin-mesin perang peninggalan penjajah Belanda dan tentara
Indonesia tersusun rapi didepan Gedung ini. Disebelah kiri kita akan menemukan
makam Sultan termansyur di Kutaradja, sebuah sebutan untuk Aceh karena
banyaknya raja yang pernah berkuasa di negeri ini.
Sultan
Iskandar Muda (SIM) menjadi salah seorang sultan termansyur se-Aceh hingga
kesultanan Deli, Sumatera Utara. Makam sang sultan sangat megah dengah hiasan
ukiran kaligrafi arab. Sangat terawat dan bersih, berbeda dengan Gedung Juang.
Banyak peziarah yang datang sembari berdoa dan menikmati keindahan area makam
dari SIM.
Selain
makam SIM, di area Gedung Juga terdapat beberapa makam seperti makam Kandang
Meuh dan juga makam keluarga kerajaan tempat dimakamkannya keluarga dari Sultan
Iskandar Muda. Makam berprasasti tinggi dengan ukiran khas arab menjadi ciri
khas makam para sultan ataupun raja di Aceh.
Seusai
memanjatkan doa untuk para kedamaian para sultan, aku menyudahi perjalananku di
kompleks Gedung Juang. Masih banyak tempat bersejarah lain yang harus aku kunjungi
sembari kupahami cerita dibalik terciptanya sejarah itu. Bagiku tak ada yang
lebih menarik selain mempelajari sejarah dari berbagai tempat yang kukunjungi.
Jadi teringat kalimat yang dilontarkan Presiden pertama Indonesia “Jangan
Sekali-kali Meninggalkan Sejarah” atau Jas Merah. Sahabat, sejarah tidak akan
pernah meninggalkan apapun untukmu jika kau tidak mengingatnya. Karena sejarah
ada untuk kau pelajari dan menjadi kehormatanmu dimasa depan.
Semoga
dimasa depan Gedung Juang Banda Aceh menjadi salah satu situs sejarah yang
mulai dilirik masyarakat Aceh dan bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya tanpa
merusak nilai dan cerita dibalik kekokohnya gedung itu.
Bagus juga tulisannya :D
BalasHapuswaktu saya kecil sering dibawa ikut kekantor itu bersama almarhum kakek saya kesitu yg kebetulan beliau salah 1 pengurus semasa hidupnya kalau gak salah hingga thn 1990.. sungai kalpen atau kali pendopo adalah tempat dimana banyak anak anak aceh dulunya mengahbiskan waktu setiap sore distu ,,itulah kenangan yg sangat indah pada masa saya kecil
BalasHapus