"Biar aku bantu”, ucap sebuah suara tepat dibelakang Risa. Risa tidak menggubris dan tetap mencoba menyalakan kameranya. Tiba-tiba sebuah tangan dengan sigapnya memutar tubuh Risa membuat Risa terkejut hingga menjatuhkan kamera yang dipegangnta. Sosok itu, lelaki yang tadi ia lihat di langit. Dia, Davi.
~~~
Sore
ini Risa dan sahabatnya, Firsta sedang asyik menikmati indahnya matahari
terbenam dari Cassanemo yang berdiri megah dipinggir pantai Sumur Tiga, Sabang
sambil menikmati segelas Ice cream hazelnut. Snorkeling seharian ternyata
membuat kedua sahabat ini kelelahan.
“Indah
banget ya Sa taman bawah lautnya”, ucap Fy sapaan akrab Firsta. Cewek yang
hobby makan ini memang sahabatan akrab dengan Risa. Kemana-mana selalu berdua
dan bagi Risa, Fy adalah sahabat sekaligus kakak yang paling setia.
“Ga
kalah ama Bali kan? Senangkan aku ajak liburan kesini?”, sahut Risa.
“Senang
donk beb, apalagi udah selesai Wisuda begini, badan jadi terasa ringan”, jawab
Fy sambil mengerakkan tubuhnya kekiri dan kanan.
“
Senang sih senang, tapi badan itu harus disenangin juga donk,eh maksud aku tuh
dikecilin”, sambung Risa dengan tertawa disambung tawa Fy yang memecah
keheningan sore yang indah itu.
~~~
Malam
di Pulau Weh memang tidak seindah dikota-kota besar. Tidak akan ada lampu kerlap-kerlip
seperti yang biasanya menghiasi gedung-gedung besar diperkotaan. Dengan setelan
dress panjang berwarna peach Risa berjalan keluar kamar menuju teras yang
langsung berhadapan dengan laut. Risa dan Fy memutuskan untuk menyewa bungalow
yang ada tepat dipinggir pantai Iboih karena panoramanya yang sangat indah dan
hawanya masih sejuk. Hanya ada beberapa lampu yang menyinari tiap kamar yang membuatnya bisa melihat kunang-kunang
dikejauhan. Risa duduk dikursi kayu yang bersandar pada tiang kayu jati yang dipahat
indah.
“Mungkin
ini hal bodoh, tetapi aku mencintaimu Dav”, ucap Risa dengan suara perlahan tak
ingin didengar oleh Fy yang sedang asyik memolesi kosmetik diwajahnya. Pasmina
motif tribal yang digunakan Risa
beterbangan tertiup angin. Risa merasa bahwa hatinya telah membeku, dinginnya
melebihi dingin malam ini. Risa mulai teringat dengan lelaki yang kemarin mengantarkannya
ke Pelabuhan Ulee Lheu ketika ia hendak berangkat ke Pulau Weh.
Lelaki
berhati lembut, pintar, cerdas dan tampan. Lelaki yang sangat sempurna untuk
mendampingi Risa. Dav baru saja menyatakan cinta sehari sebelum Risa melakukan
perjalanan ke Pulau Weh. Hal inilah yang mengganggu suasana liburan Risa. Rasa
ragu mulai muncul dihati Risa. Keinginannya untuk melanjutkan perjalanan
bersama Firsta ke Singapura pasti tidak akan terasa indah jika hatinya masih
saja diusik pertanyaan dari Dav. Risa mengambil telpon genggamnya dan mulai
mengetik pesan Line untuk Davi.
Dav, kamu tau tujuanku
setelah ini dan aku berharap aku benar. Temui aku jika memang kita ditakdirkan
bertemu
Line
dikirim kepada Davi Tirana. Tidak ada balasan, dua,tiga, hingga lima menit
masih belum ada balasan. Risa dengan kecewa melangkah kembali ke kamar.
~~~
“Pokoknya
hari ini hari terakhir kita di Pulau Weh, so kita harus jelajah semua tempat
wisata yang ada disini”, teriak Fy dari dalam Bungalow. Risa yang asyik
menyeruput teh hangat hanya
manggut-manggut tanda setuju yang tidak iklas. Pagi itu Risa memakai setelan
semi dress pantai motif bunga berwarna biru neon lengkap dengan pasmina sifon
berwarna peach lembut.
“Ok,
semangat ladies, nikmati harimu”, gumam Risa seraya menyemangati dirinya untuk
kembali hidup.
“Fy
cepetan, boat yang jemput udah datang ni”, teriaknya lagi ketika boat yang
disediakan untuk sarana transportasi penginap bungalow di Pantai Iboih datang.
“Segar
banget udaranya”, ucap Risa sambil menyentuh permukaan air laut yang biru muda
dengan tangannya.
“Bisa
lihat ikan-ikan juga ya dari atas ini Sa, kalau aja ada Dav pasti liburan kita
makin bahagia”, teriak Fy. Risa sontak terdiam, dirogohnya ponsel dan tak ada
tanda-tanda pesan masuk disana. Wajahnya kembali murung.
“Wah
gadis cantik, baru pagi-pagi udah murung aja, lihat sini donk”, terdengar suara
Fy memecah lamunan Risa.
“Crikckk”, suara kamera DSLR Fy.
“Risa memang cantik
ya, lagi bengong aja tetap cantik”, puji Fy. Merekapun tertawa bersama.
~~~
Setelah
hampir 15 menit tawar menawar dengan pemilik jasa penyewaan sepeda motor, Risa
dan Fy akhirnya memilih memakai motor sewaan untuk mengelilingi Pulau Weh. Dua
kali kesana membuat Risa yakin bahwa ia sudah hafal betul jalanan di pulau itu.
Kedua gadis berhijab itupun terlihat asyik bercengkrama ria selama
diperjalanan. Mereka telah singgah di beberapa tempat seperti Puncak Balohan,
Taman Kota Sabang, Tugu Nol Km, dan Pantai Sumur Tiga. Setelah foto dengan
berbagai gaya khas cewek hijaber mereka melanjutkan perjalanan kembali.
“Ke
Benteng Jepang yuk?”, ajak Risa dengan semangatnya.
“Tumben
nih kamu semangat banget ajakin aku”, celoteh Fy.
“haha..aku
rindu tempat itu aja kok”, jawab Risa dengan wajah memerah.
Tepat
siang hari, mereka telah tiba di Objek Wisata, Benteng Jepang yang berada tidak
jauh dari pantai Anoi Hitam.
“Sa,
aku laper ni, perut udah kriuk-kriuk, lelah muter-muter dari tadi nih kayaknya”,
ucap Fy seraya memelas pada Risa.
“Piye
toh, perut aja yang dipikirin”, celutuk Risa dengan senewennya.
Dengan
berat hati Risa mengiyakan ajakan Fy untuk makan siang. Risa menuntun Fy yang
bertugas sebagai supir ke restoran favoritnya Mie Sedap. Risa memesan seporsi Mie Sedap Goreng berbeda dengan Fy
yang langsung memesan dua porsi.
“Emang
ya kalau udah kelaperan”, celoteh Risa panjang lebar pada Fy yang sedari tadi
asyik ngunyah keripik.
Risa dan Fy adalah sahabat yang sama-sama
menyukai sambel dan ini terlihat dari mangkuk sambel yang hampir ludes isinya. Beberapa
mata menatap kedua gadis tersebut. Wajar saja karena keduanya memiliki wajah
yang cantik dan juga selera fashion hijab yang tinggi.
“aku
mau touch-up bedak dulu ya Sa, kamu tunggu bentar ya “, ujar Fy setelah
menyelesaikan makan siangnya.
“Jangan
kelamaan, ingat loh kapal kita berangkat sore ini, belum juga ke Benteng
Jepang”, celoteh Risa lagi.
“Iya..iya”,
jawab Fy sambil melangkah menuju toilet. Bosan menunggu , Risa berjalan keluar
restoran. Ia sedari tadi tertarik dengan penjual aksesoris khas Pulau Weh yang
tokonya berada tepat di depan restoran.
“Mas,
gelang untuk cowok ada ga?”, Tanya Risa pada pedagang yang kira-kira seumuran
dengannya.
“Ada mba, ini dari bahan kayu dan ini dari
bahan kulit penyu”, jawab si pedagang sambil menunjukkan dua jenis gelang
dengan banyak model kepada Risa.
“Saya
mau yang ini deh mas, pake diukir bisa ga mas?”, ucap Risa seraya mengambil
gelang yang terbuat dari kayu.
“bisa
mbak, tunggu sebentar ya mbak”, jawab si pedagang. Dari kejauhan Risa melihat
kedatangan Fy.
“kamu
aku cariin dari tadi, ternyata disini, wah aksesorisnya lucu-lucu, beli yuk
Sa”, ujar Fy mulai membuat suasana ribut kembali. Kedua gadis tersebutpun kembali
disibukkan dengan foto-foto dan belanja
buah tangan khas Pulau Weh.
“Ya
ampun, udah hampir jam 3 ni, yuk kita balik ke Benteng Jepang, nanti keburu
kapalnya datang lagi”, keluh Risa setelah menyadari waktunya tersita untuk
berbelanja oleh-oleh.
“iya
deh nona, kayak mau jumpain seseorang aja”, jawab Fy dengan sewot sambil
komat-kamit ga menentu.
“benar..aku
memang ingin bertemu seseorang fy”, gumam Risa dalam hati.
~~~
Perjalanan
ke Benteng Jepang setidaknya memakan waktu 15 menit jika Fy yang mengendarai
motor. Panorama yang indah menjadi penyebabnya apalagi kalau bukan untuk selfie
sejenak. Namun bagi Risa setiap waktu sangat berarti hari ini.
“Fy,
parkirin motornya disitu aja ya, jangan lupa pasang gembok pengaman”, teriak
Risa dari tangga setapak menuju puncak Benteng Jepang.
“Ada
apa sih Risa buru-buru banget”, gumam Fy dengan nada curiga. Risa
masih berjalan dengan pelan. Dalam hati ia merasa sangat sesak tak tau apa yang
akan terjadi ketika ia sampai diatas nanti.
“Huh”,
terdengar desahan nafas Risa. Perjalanan yang menanjak membuatnya sedikit
lelah.
“Apa
dia benar-benar datang? Apa ia mengerti maksud pesanku semalam?”, banyak
pertanyaan berkecamuk di hati Risa.
Risa
telah tiba di Puncak Benteng Jepang namun wajah gadis keturunan Arab itu
tiba-tiba berubah muram.
“Ga
ada, ga datang”, ucapnya dengan nada kecewa. Air matanya menetes. Semakin ia
memandangi sekeliling, makin menetes airmatanya karena ternyata Dav tak ada disitu,
tidak seperti harapannya. Fy yang baru saja tiba langsung memeluk sahabatnya
itu.
“Aku
tau kamu nunggu Dav kan? Sabar sayang mungkin dia menunggu kamu di Banda, bukan
disini. Sebentar ya aku ambilin air yang tertinggal di motor ya?”, hibur Fy
sembari pergi mengambil air untuk menenangkan Risa yang masih menangis sambil
menahan sesak dadanya.
“Benar
kata kamu Fy aku yang bodoh, berharap dia akan mengejarku sampai kesini”, gumam
Risa dalam hati. Perlahan ia menyeka air matanya.
“kenapa
sih dengan aku? Please Risa, Don’t be sad”, usaha Risa menghibur dirinya
sendiri. Risa berdiri dan menghapus airmata yang tersisa di wajah cantiknya. Ia
sangat menyukai tempat ini, tempat yang pernah ia datangi bersama Dav dan
sahabatnya yang lain ketika mereka masih kuliah dulu. Dan disitulah ia mulai
jatuh hati pada Davi.
Davi
mengajarkannya banyak hal, mengajarkan untuk menjadi kuat ketika ia harus
kehilangan orangtuanya k arena sakit. Dav juga yang menguatkannya untuk bisa
menjadi seperti sekarang sebagai wartawan di salah satu majalah cewek terpopuler di Indonesia yang membuat Risa pernah mengelilingi hampir
semua Negara di Asia diumurnya yang masih muda. Ia mencintai Dav dengan sepenuh
hati tetapi hatinya tak berani untuk mengakui.
Ia
mulai melangkah di atas rerumputan yang mengalasi puncak Benteng Jepang dengan
indahnya. Sesekali matanya memerhatikan kawanan camar yang terbang dengan
lincahnya. Risa sejenak berhenti, menatap kelangit dan tertegun sejenak. Langit
mulai memperlihatkan semburat jingga keindahan senja di Pulau Weh.
“Apa kamu udah ngelupain aku, Dav?”, gumam
Risa.
Ia
lalu kembali berjalan ketika ia melihat sekawanan lumba-lumba berenang tidak
jauh dari pantai Anoi Hitam yang berada tepat di samping Benteng Jepang. Risa
dengan cepat merogoh tas vintagenya untuk mengambil kamera pocket ungu
kesayangannya.
“Aduh kenapa ga bisa nyala sih? Ntar
lumba-lumbanya kabur lagi”, omelnya dalam hati.
“sini
biar aku bantu”, ucap suara yang agak terasa ngebass tetapi tidak asing lagi di
telinga Risa. Ia tidak menyadari suara itu hingga tanpa diduga seseorang
membalik badannya dengan tegas. Kamera yang tadi dipegang oleh Risa terlepas
dari genggamannya.
“Dav…Davi..”,
ucap Risa terbata-bata.
“Iya
Sa, ini aku. Maaf membuatmu sedih”, ucap Davi dengan lembutnya sambil menghapus
air mata Risa yang mulai berjatuhan.
“Kamu
benar-benar datang mencari aku Dav?”, sahut Risa lagi.
“Iya,
aku sudah menunggumu 3 jam disini Sa, tetapi setelah kamu datang aku bahagia.
Kamu menunggu aku kan Sa?”, Tanya Dav penuh harapan. Risa mengangguk dengan
wajah yang memerah menahan malu.
“Kamu
mau jawab pertanyaanku disini kan Sa?”, mohon Dav sambil menatap mata Risa
dengan harapan yang mendalam.
Risa
merogoh kantong celananya, mengambil gelang yang tadi ia beli di kota Sabang
dan menyerahkannya ke Davi.
“Cuma
gelang Sa? Kamu ga mau jawab pertanyaanku?”, ucap Dav dengan heran sambil
mengambil gelang dari tangan Risa.
“Pakai
gelang itu Dav”, Jawab Risa dengan perlahan. Dav menerima gelang yang diberikan
oleh Risa dan memperhatikan gelang itu sejenak. Sesaat kemudian raut wajah Dav
berubah melihat sebuah kalimat yang ada dibagian dalam gelang berwarna coklat
itu. Ia lalu menarik Lisa kedalam pelukannya.
Tulisan
didalam gelang--- Aku mencintaimu Dav. Jangan Tanya lagi