Jumat, 09 Januari 2015

Cerpen : Sabang, I Love Him

           Risa melangkahkan kakinya menyusuri hamparan rerumputan Benteng Jepang yang siang itu terlihat berkilau karena matahari. Sesekali ia melayangkan pandangannya ke langit seakan melihat seseorang disana. Angin laut meniup lembut pasmina peach yang ia pakai. Di sisi lain, sepasang mata memandangi Risa yang tengah merogoh kedalam tas vintagenya lalu mengeluarkan sebuah kamera. Ia terlihat sedikit bingung ketika menyalakan kamera ungu dengan motif pita pink keemasan itu.

      "Biar aku bantu”, ucap sebuah suara tepat dibelakang Risa. Risa tidak menggubris dan tetap mencoba menyalakan kameranya. Tiba-tiba sebuah tangan dengan sigapnya memutar tubuh Risa membuat Risa terkejut hingga menjatuhkan kamera yang dipegangnta. Sosok itu, lelaki yang tadi ia lihat di langit. Dia, Davi.
~~~
Sore ini Risa dan sahabatnya, Firsta sedang asyik menikmati indahnya matahari terbenam dari Cassanemo yang berdiri megah dipinggir pantai Sumur Tiga, Sabang sambil menikmati segelas Ice cream hazelnut. Snorkeling seharian ternyata membuat kedua sahabat ini kelelahan.
“Indah banget ya Sa taman bawah lautnya”, ucap Fy sapaan akrab Firsta. Cewek yang hobby makan ini memang sahabatan akrab dengan Risa. Kemana-mana selalu berdua dan bagi Risa, Fy adalah sahabat sekaligus kakak yang paling setia.
“Ga kalah ama Bali kan? Senangkan aku ajak liburan kesini?”, sahut Risa.
“Senang donk beb, apalagi udah selesai Wisuda begini, badan jadi terasa ringan”, jawab Fy sambil mengerakkan tubuhnya kekiri dan kanan.
“ Senang sih senang, tapi badan itu harus disenangin juga donk,eh maksud aku tuh dikecilin”, sambung Risa dengan tertawa disambung tawa Fy yang memecah keheningan sore yang indah itu.
~~~
Malam di Pulau Weh memang tidak seindah dikota-kota besar. Tidak akan ada lampu kerlap-kerlip seperti yang biasanya menghiasi gedung-gedung besar diperkotaan. Dengan setelan dress panjang berwarna peach Risa berjalan keluar kamar menuju teras yang langsung berhadapan dengan laut. Risa dan Fy memutuskan untuk menyewa bungalow yang ada tepat dipinggir pantai Iboih karena panoramanya yang sangat indah dan hawanya masih sejuk. Hanya ada beberapa lampu yang menyinari tiap kamar  yang membuatnya bisa melihat kunang-kunang dikejauhan. Risa duduk dikursi kayu yang  bersandar pada tiang kayu jati yang dipahat indah.
“Mungkin ini hal bodoh, tetapi aku mencintaimu Dav”, ucap Risa dengan suara perlahan tak ingin didengar oleh Fy yang sedang asyik memolesi kosmetik diwajahnya. Pasmina motif tribal  yang digunakan Risa beterbangan tertiup angin. Risa merasa bahwa hatinya telah membeku, dinginnya melebihi dingin malam ini. Risa mulai  teringat dengan lelaki yang kemarin mengantarkannya ke Pelabuhan Ulee Lheu ketika ia hendak berangkat ke Pulau Weh.
Lelaki berhati lembut, pintar, cerdas dan tampan. Lelaki yang sangat sempurna untuk mendampingi Risa. Dav baru saja menyatakan cinta sehari sebelum Risa melakukan perjalanan ke Pulau Weh. Hal inilah yang mengganggu suasana liburan Risa. Rasa ragu mulai muncul dihati Risa. Keinginannya untuk melanjutkan perjalanan bersama Firsta ke Singapura pasti tidak akan terasa indah jika hatinya masih saja diusik pertanyaan dari Dav. Risa mengambil telpon genggamnya dan mulai mengetik pesan Line untuk Davi.

Dav, kamu tau tujuanku setelah ini dan aku berharap aku benar. Temui aku jika memang kita ditakdirkan bertemu

Line dikirim kepada Davi Tirana. Tidak ada balasan, dua,tiga, hingga lima menit masih belum ada balasan. Risa dengan kecewa melangkah kembali ke kamar.
~~~
“Pokoknya hari ini hari terakhir kita di Pulau Weh, so kita harus jelajah semua tempat wisata yang ada disini”, teriak Fy dari dalam Bungalow. Risa yang asyik menyeruput  teh hangat hanya manggut-manggut tanda setuju yang tidak iklas. Pagi itu Risa memakai setelan semi dress pantai motif bunga berwarna biru neon lengkap dengan pasmina sifon berwarna peach lembut.
“Ok, semangat ladies, nikmati harimu”, gumam Risa seraya menyemangati dirinya untuk kembali hidup.
“Fy cepetan, boat yang jemput udah datang ni”, teriaknya lagi ketika boat yang disediakan untuk sarana transportasi penginap bungalow di Pantai Iboih datang.
“Segar banget udaranya”, ucap Risa sambil menyentuh permukaan air laut yang biru muda dengan tangannya.
“Bisa lihat ikan-ikan juga ya dari atas ini Sa, kalau aja ada Dav pasti liburan kita makin bahagia”, teriak Fy. Risa sontak terdiam, dirogohnya ponsel dan tak ada tanda-tanda pesan masuk disana. Wajahnya kembali murung.
“Wah gadis cantik, baru pagi-pagi udah murung aja, lihat sini donk”, terdengar suara Fy memecah lamunan Risa.
 “Crikckk”, suara kamera DSLR Fy.
“Risa memang cantik ya, lagi bengong aja tetap cantik”, puji Fy. Merekapun tertawa bersama.
~~~
Setelah hampir 15 menit tawar menawar dengan pemilik jasa penyewaan sepeda motor, Risa dan Fy akhirnya memilih memakai motor sewaan untuk mengelilingi Pulau Weh. Dua kali kesana membuat Risa yakin bahwa ia sudah hafal betul jalanan di pulau itu. Kedua gadis berhijab itupun terlihat asyik bercengkrama ria selama diperjalanan. Mereka telah singgah di beberapa tempat seperti Puncak Balohan, Taman Kota Sabang, Tugu Nol Km, dan Pantai Sumur Tiga. Setelah foto dengan berbagai gaya khas cewek hijaber mereka melanjutkan perjalanan kembali.
“Ke Benteng Jepang yuk?”, ajak Risa dengan semangatnya.
“Tumben nih kamu semangat banget ajakin aku”, celoteh Fy.
“haha..aku rindu tempat itu aja kok”, jawab Risa dengan wajah memerah. 
Tepat siang hari, mereka telah tiba di Objek Wisata, Benteng Jepang yang berada tidak jauh dari pantai Anoi Hitam.
“Sa, aku laper ni, perut udah kriuk-kriuk, lelah muter-muter dari tadi nih kayaknya”, ucap Fy seraya memelas pada Risa.
“Piye toh, perut aja yang dipikirin”, celutuk Risa dengan senewennya.
Dengan berat hati Risa mengiyakan ajakan Fy untuk makan siang. Risa menuntun Fy yang bertugas sebagai supir ke restoran favoritnya Mie Sedap. Risa memesan seporsi Mie Sedap Goreng berbeda dengan Fy yang langsung memesan dua porsi.
“Emang ya kalau udah kelaperan”, celoteh Risa panjang lebar pada Fy yang sedari tadi asyik ngunyah keripik.
 Risa dan Fy adalah sahabat yang sama-sama menyukai sambel dan ini terlihat dari mangkuk sambel yang hampir ludes isinya. Beberapa mata menatap kedua gadis tersebut. Wajar saja karena keduanya memiliki wajah yang cantik dan juga selera fashion hijab yang tinggi.
“aku mau touch-up bedak dulu ya Sa, kamu tunggu bentar ya “, ujar Fy setelah menyelesaikan makan siangnya.
“Jangan kelamaan, ingat loh kapal kita berangkat sore ini, belum juga ke Benteng Jepang”, celoteh Risa lagi.
“Iya..iya”, jawab Fy sambil melangkah menuju toilet. Bosan menunggu , Risa berjalan keluar restoran. Ia sedari tadi tertarik dengan penjual aksesoris khas Pulau Weh yang tokonya berada tepat di depan restoran.
“Mas, gelang untuk cowok ada ga?”, Tanya Risa pada pedagang yang kira-kira seumuran dengannya.
 “Ada mba, ini dari bahan kayu dan ini dari bahan kulit penyu”, jawab si pedagang sambil menunjukkan dua jenis gelang dengan banyak model kepada Risa.
“Saya mau yang ini deh mas, pake diukir bisa ga mas?”, ucap Risa seraya mengambil gelang yang terbuat dari kayu.
“bisa mbak, tunggu sebentar ya mbak”, jawab si pedagang. Dari kejauhan Risa melihat kedatangan Fy.
“kamu aku cariin dari tadi, ternyata disini, wah aksesorisnya lucu-lucu, beli yuk Sa”, ujar Fy mulai membuat suasana ribut kembali. Kedua gadis tersebutpun kembali disibukkan dengan  foto-foto dan belanja buah tangan khas Pulau Weh.
“Ya ampun, udah hampir jam 3 ni, yuk kita balik ke Benteng Jepang, nanti keburu kapalnya datang lagi”, keluh Risa setelah menyadari waktunya tersita untuk berbelanja oleh-oleh.
“iya deh nona, kayak mau jumpain seseorang aja”, jawab Fy dengan sewot sambil komat-kamit ga menentu.
“benar..aku memang ingin bertemu seseorang fy”, gumam Risa dalam hati.
~~~
Perjalanan ke Benteng Jepang setidaknya memakan waktu 15 menit jika Fy yang mengendarai motor. Panorama yang indah menjadi penyebabnya apalagi kalau bukan untuk selfie sejenak. Namun bagi Risa setiap waktu sangat berarti hari ini.
“Fy, parkirin motornya disitu aja ya, jangan lupa pasang gembok pengaman”, teriak Risa dari tangga setapak menuju puncak Benteng Jepang.
“Ada apa sih Risa buru-buru banget”, gumam Fy dengan nada curiga. Risa masih berjalan dengan pelan. Dalam hati ia merasa sangat sesak tak tau apa yang akan terjadi ketika ia sampai diatas nanti.
“Huh”, terdengar desahan nafas Risa. Perjalanan yang menanjak membuatnya sedikit lelah.
“Apa dia benar-benar datang? Apa ia mengerti maksud pesanku semalam?”, banyak pertanyaan berkecamuk di hati Risa.
Risa telah tiba di Puncak Benteng Jepang namun wajah gadis keturunan Arab itu tiba-tiba berubah muram.
“Ga ada, ga datang”, ucapnya dengan nada kecewa. Air matanya menetes. Semakin ia memandangi sekeliling, makin menetes airmatanya karena ternyata Dav tak ada disitu, tidak seperti harapannya. Fy yang baru saja tiba langsung memeluk sahabatnya itu.
“Aku tau kamu nunggu Dav kan? Sabar sayang mungkin dia menunggu kamu di Banda, bukan disini. Sebentar ya aku ambilin air yang tertinggal di motor ya?”, hibur Fy sembari pergi mengambil air untuk menenangkan Risa yang masih menangis sambil menahan sesak dadanya.
“Benar kata kamu Fy aku yang bodoh, berharap dia akan mengejarku sampai kesini”, gumam Risa dalam hati. Perlahan ia menyeka air matanya.
“kenapa sih dengan aku? Please Risa, Don’t be sad”, usaha Risa menghibur dirinya sendiri. Risa berdiri dan menghapus airmata yang tersisa di wajah cantiknya. Ia sangat menyukai tempat ini, tempat yang pernah ia datangi bersama Dav dan sahabatnya yang lain ketika mereka masih kuliah dulu. Dan disitulah ia mulai jatuh hati pada Davi.
Davi mengajarkannya banyak hal, mengajarkan untuk menjadi kuat ketika ia harus kehilangan orangtuanya k arena sakit. Dav juga yang menguatkannya untuk bisa menjadi seperti sekarang sebagai wartawan di salah satu  majalah cewek terpopuler di Indonesia  yang membuat Risa pernah mengelilingi hampir semua Negara di Asia diumurnya yang masih muda. Ia mencintai Dav dengan sepenuh hati tetapi hatinya tak berani untuk mengakui.
Ia mulai melangkah di atas rerumputan yang mengalasi puncak Benteng Jepang dengan indahnya. Sesekali matanya memerhatikan kawanan camar yang terbang dengan lincahnya. Risa sejenak berhenti, menatap kelangit dan tertegun sejenak. Langit mulai memperlihatkan semburat jingga keindahan senja di Pulau Weh.
 “Apa kamu udah ngelupain aku, Dav?”, gumam Risa.
Ia lalu kembali berjalan ketika ia melihat sekawanan lumba-lumba berenang tidak jauh dari pantai Anoi Hitam yang berada tepat di samping Benteng Jepang. Risa dengan cepat merogoh tas vintagenya untuk mengambil kamera pocket ungu kesayangannya.
 “Aduh kenapa ga bisa nyala sih? Ntar lumba-lumbanya kabur lagi”, omelnya dalam hati.  
“sini biar aku bantu”, ucap suara yang agak terasa ngebass tetapi tidak asing lagi di telinga Risa. Ia tidak menyadari suara itu hingga tanpa diduga seseorang membalik badannya dengan tegas. Kamera yang tadi dipegang oleh Risa terlepas dari genggamannya.
“Dav…Davi..”, ucap Risa terbata-bata.
“Iya Sa, ini aku. Maaf membuatmu sedih”, ucap Davi dengan lembutnya sambil menghapus air mata Risa yang mulai berjatuhan.
“Kamu benar-benar datang mencari aku Dav?”, sahut Risa lagi.
“Iya, aku sudah menunggumu 3 jam disini Sa, tetapi setelah kamu datang aku bahagia. Kamu menunggu aku kan Sa?”, Tanya Dav penuh harapan. Risa mengangguk dengan wajah yang memerah menahan malu.
“Kamu mau jawab pertanyaanku disini kan Sa?”, mohon Dav sambil menatap mata Risa dengan harapan yang mendalam.
Risa merogoh kantong celananya, mengambil gelang yang tadi ia beli di kota Sabang dan menyerahkannya ke Davi.
“Cuma gelang Sa? Kamu ga mau jawab pertanyaanku?”, ucap Dav dengan heran sambil mengambil gelang dari tangan Risa.
“Pakai gelang itu Dav”, Jawab Risa dengan perlahan. Dav menerima gelang yang diberikan oleh Risa dan memperhatikan gelang itu sejenak. Sesaat kemudian raut wajah Dav berubah melihat sebuah kalimat yang ada dibagian dalam gelang berwarna coklat itu. Ia lalu menarik Lisa kedalam pelukannya.
Tulisan didalam gelang--- Aku mencintaimu Dav. Jangan Tanya lagi